Senin, 29 Agustus 2016

Polemik Harga Rokok

MalakaCoffee.blogspot.com.


Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Unit Eselon I ini harus mempertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga tersebut.
"Harga rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus merupakan hasil studi dari Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany.
Studi ini mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya 80 persen bukan perokok setuju jika harga rokok dinaikkan.
Beberapa artikel mengenai rencana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus tersebut menjadi artikel yang banyak dibaca. Rencana kenaikan harga rokok memang masih menjadi pro dan kontra.
Lengkapnya, berikut ini 3 artikel terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Sabtu (20/8/2016):
1. Kemendag Belum Tahu Ada Usulan Harga Rokok Naik Jadi Rp 50 Ribu
Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum bisa memastikan dampak kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu terhadap ‎penjualan dan permintaan rokok di dalam negeri. Namun, kenaikan ini diyakini tidak akan memberikan dampak yang besar.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan‎ mengatakan, selama ini meski pun harga rokok terus meningkat akibat kenaikan tarif cukai, namun penjualan dan permintaan rokok tetap tinggi.
"Selama ini yang saya perhatikan, perokok itu tidak pernah protes harga dinaikkan berapa pun," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (19/8/2016)
Meski demikian, Oke mengaku belum bisa memastikan lantaran kenaikan harga rokok ini baru berupa usulan. Dirinya bahkan belum pernah mendengar secara langsung usulan tersebut dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau pun dari pihak lain.
Harga Rokok Rp 50 Ribu, YLKI Beberkan Manfaatnya buat RI
"Tapi bukan berarti tidak ada dampaknya. Selama ini kan kenaikannya proporsional, sekarang kita belum tahu kenaikannya sampai mana. Kalau naiknya hanya Rp 1.000 tidak ada dampaknya. Kalau Rp 50 ribu kita belum tahu, kan belum diputuskan," kata dia.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Unit Eselon I ini harus mempertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga tersebut.
"Harga rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi kesehatan, tapi juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani dan keberlangsungan penyerapan tenaga kerja.
"Jadi kita harus komunikasikan dengan seluruh stakeholder, baik yang pro kesehatan maupun yang pro industri, petani karena pasti ada tarik ulur di situ. Kalau cuma dengarkan salah satunya, bisa bangkrut itu," jelas dia.(Dny/Nrm)
2. Harga Rokok Rp 50 Ribu, YLKI Beberkan Manfaatnya buat RI
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Itu artinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus menaikkan tarif cukai signifikan supaya rokok dijual seharga tersebut.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mendesak Kemenkeu segera menaikkan tarif cukai rokok sehingga harga jual rokok di Indonesia setara atau lebih dari negara lain. Contohnya di Singapura, Malaysia dan Thailand yang menjual rokok seharga Rp 30 ribu-40 ribu per bungkus.
"Cukai rokok harus naik tinggi supaya harga rokok bisa Rp 50 ribu per bungkus. Tujuannya mengendalikan konsumsi rokok dan mendulang penerimaan negara, karena selama ini kan penerimaan dari cukai rokok masih kecil," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/8/2016)
Tulus memperkirakan, jika harga rokok naik lebih dari dua kali lipat, misalnya dari harga Rp 15 ribu atau Rp 20 ribu per bungkus menjadi Rp 50 ribu per bungkus, maka pemerintah bisa mendapatkan kenaikan pendapatan cukai lebih dari 100 persen.
"Jika sekarang ini penerimaan cukai rokok Rp 150 triliun, maka dapat naik sampai Rp 350 triliun. Jadi tidak perlu tuh dana dari tax amnesty," ia menerangkan.
Dampak positif lainnya, dengan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus diyakini Tulus, dapat menekan konsumsi rokok, utamanya kalangan remaja dan anak-anak. Ia mengaku, selama ini salah satu pengeluaran terbesar masyarakat miskin adalah untuk rokok.
"Kalau harga rokok lebih mahal, orang tidak akan membeli atau mengurangi konsumsi rokok, termasuk remaja dan anak-anak. Tapi menghapus (konsumsi rokok) tidak bisa," ucapnya.
Syaratnya, kata Tulus, pemerintah harus mengeluarkan aturan pelarangan rokok dijual eceran atau ketengan. Menurutnya, sebagai barang kena cukai dan berdampak negatif bagi kesehatan, rokok harus dijual dengan harga lebih mahal.
"Kalau butuh uang banyak, pemerintah harus secepatnya menaikkan cukai rokok. Apalagi anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan habis untuk meng-cover peserta yang punya penyakit akibat rokok," paparnya.
Terkait potensi maraknya peredaran rokok ilegal akibat kenaikan harga rokok, dikatakan Tulus, itu merupakan tanggung jawab pemerintah untuk melakukan penegakan hukum dan memberantas secara masif.
"Sekarang saja rokok sudah murah masih saja beredar rokok tanpa cukai. Ini perlu diberantas, penegakan hukum terhadap rokok ilegal harus berjalan, bahkan ditingkatkan," jelas Tulus.
Tulus juga menyebut bahwa industri rokok tak akan bangkrut jika harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50 ribu.
"Industri rokok tidak akan mati kalaupun harganya naik sangat mahal. Di negara lain juga dijual mahal," katanya.
Dia menggambarkan kondisi industri rokok yang masih berjaya saat krisis moneter melanda Indonesia 1997-1998 silam. Sementara industri lain mencatatkan penurunan pendapatan, bahkan bangkrut.
"Industri rokok satu-satunya yang tidak terdampak krisis, malah naik terus keuntungannya, termasuk saat ekonomi melambat sekarang ini. Makanya kalau pemerintah yang bilang industri rokok mati akibat harga rokok Rp 50 ribu, berarti sudah dicekokin industri," tegas Tulus.
3. Harga Rokok Rp 50 Ribu Picu Peredaran Rokok Ilegal
Direktor Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Namun kenaikan ini dinilai akan memicu masuknya peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, potensi meningkatkan peredaran rokok ilegal merupakan konsekuensi dari adanya kenaikan harga ini.
Namun demikian, pemerintah pasti akan menyiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap dampak-dampak yang akan terjadi.
"Kalau sudah kebijakan diambil itu berarti ada konsekuensi tindak lanjut yang harus kita siapkan. Itu otomatis," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (19/8/2016).
Oke menyatakan, ada atau tidak kenaikan harga rokok, pemerintah tetap akan melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Ini bagian dari upaya pemerintah melindungi masyarakat dan industri di dalam negeri.
‎"Kita tetap melakukan pengawasan, jangan sampai ada rokok ilegal. Itu berdampak pada itu. Berarti langkah kita ya awasi penyelundupan atau peredaran rokok ilegal," kata dia.
Oke mengungkapkan, peredaran rokok ilegal ini merupakan ranah dari Direktorat Jenderal Bea Cukai. Jika kenaikan ini jadi diterapkan, maka pemerintah harus meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.
‎"Kalau ilegal selundupan, itu Bea Cukai. Artinya ada barang-barang yang tidak dikenakan cukai, atau cukainya palsu. Atau barang-barang impor tapi selundupan. Itu pasti akan ditindaklanjuti. Kita antisipasi,"‎ tandas dia. (Dny/Gdn)

2. ada, UU no 32 tahun 2010 pasal 1 ayat 1 “Larangan Merokok adalah suatu ketentuan yang memaksa warga masyarakat untuk tidak menghisap rokok di tempat-tempat umum.”
3. menteri keuangan melalui direktorat bea dan cukai karena kenaikan harga rokok berkaitan dengan kenaikan cukai rokok
4. memberi klarifikasi tentang kebenaran berita tersebut agar rakyat tenang kemudian mengkaji kembali UU rokok dan menyempurnakannya bila diperlukan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar