MalakaCoffee.blogspot.com.
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) tengah mengkaji usulan kenaikan harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Unit Eselon I ini harus mempertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga tersebut.
"Harga
rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang
dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Usulan
kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus merupakan hasil studi dari
Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany.
Studi
ini mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan
dua kali lipat dari harga normal. Hasilnya 80 persen bukan perokok setuju jika
harga rokok dinaikkan.
Beberapa
artikel mengenai rencana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus
tersebut menjadi artikel yang banyak dibaca. Rencana kenaikan harga rokok
memang masih menjadi pro dan kontra.
Lengkapnya,
berikut ini 3 artikel terpopuler di kanal bisnis Liputan6.com pada Sabtu
(20/8/2016):
1. Kemendag Belum Tahu Ada Usulan Harga Rokok Naik Jadi Rp 50
Ribu
Kementerian
Perdagangan (Kemendag) belum bisa memastikan dampak kenaikan harga rokok
menjadi Rp 50 ribu terhadap penjualan dan permintaan rokok di dalam negeri.
Namun, kenaikan ini diyakini tidak akan memberikan dampak yang besar.
Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan, selama ini
meski pun harga rokok terus meningkat akibat kenaikan tarif cukai, namun
penjualan dan permintaan rokok tetap tinggi.
"Selama
ini yang saya perhatikan, perokok itu tidak pernah protes harga dinaikkan
berapa pun," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (19/8/2016)
Meski
demikian, Oke mengaku belum bisa memastikan lantaran kenaikan harga rokok ini
baru berupa usulan. Dirinya bahkan belum pernah mendengar secara langsung
usulan tersebut dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atau pun dari pihak lain.
Harga
Rokok Rp 50 Ribu, YLKI Beberkan Manfaatnya buat RI
"Tapi
bukan berarti tidak ada dampaknya. Selama ini kan kenaikannya proporsional,
sekarang kita belum tahu kenaikannya sampai mana. Kalau naiknya hanya Rp 1.000
tidak ada dampaknya. Kalau Rp 50 ribu kita belum tahu, kan belum
diputuskan," kata dia.
Sebelumnya,
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu tengah mengkaji usulan kenaikan
harga rokok hingga dua kali lipat atau menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Unit
Eselon I ini harus mempertimbangkan dari sisi aspek ekonomi apabila ingin
menaikkan tarif cukai rokok sehingga perusahaan terpaksa menjual rokok seharga
tersebut.
"Harga
rokok jadi Rp 50 ribu per bungkus adalah salah satu referensi yang
dikomunikasikan," ujar Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi.
Menurutnya,
pemerintah harus mempertimbangkan usulan tersebut bukan saja dari sisi
kesehatan, tapi juga dari aspek ekonomi, seperti industri, petani dan keberlangsungan
penyerapan tenaga kerja.
"Jadi
kita harus komunikasikan dengan seluruh stakeholder, baik yang pro kesehatan
maupun yang pro industri, petani karena pasti ada tarik ulur di situ. Kalau
cuma dengarkan salah satunya, bisa bangkrut itu," jelas dia.(Dny/Nrm)
2. Harga Rokok Rp 50 Ribu, YLKI Beberkan Manfaatnya buat RI
Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendukung usulan kenaikan harga rokok menjadi
Rp 50 ribu per bungkus. Itu artinya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) harus
menaikkan tarif cukai signifikan supaya rokok dijual seharga tersebut.
Ketua
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mendesak Kemenkeu segera menaikkan tarif
cukai rokok sehingga harga jual rokok di Indonesia setara atau lebih dari
negara lain. Contohnya di Singapura, Malaysia dan Thailand yang menjual rokok
seharga Rp 30 ribu-40 ribu per bungkus.
"Cukai
rokok harus naik tinggi supaya harga rokok bisa Rp 50 ribu per bungkus.
Tujuannya mengendalikan konsumsi rokok dan mendulang penerimaan negara, karena
selama ini kan penerimaan dari cukai rokok masih kecil," ujarnya saat
dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (19/8/2016)
Tulus
memperkirakan, jika harga rokok naik lebih dari dua kali lipat, misalnya dari
harga Rp 15 ribu atau Rp 20 ribu per bungkus menjadi Rp 50 ribu per bungkus,
maka pemerintah bisa mendapatkan kenaikan pendapatan cukai lebih dari 100
persen.
"Jika
sekarang ini penerimaan cukai rokok Rp 150 triliun, maka dapat naik sampai Rp
350 triliun. Jadi tidak perlu tuh dana dari tax amnesty," ia menerangkan.
Dampak
positif lainnya, dengan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus diyakini Tulus,
dapat menekan konsumsi rokok, utamanya kalangan remaja dan anak-anak. Ia
mengaku, selama ini salah satu pengeluaran terbesar masyarakat miskin adalah
untuk rokok.
"Kalau
harga rokok lebih mahal, orang tidak akan membeli atau mengurangi konsumsi
rokok, termasuk remaja dan anak-anak. Tapi menghapus (konsumsi rokok) tidak
bisa," ucapnya.
Syaratnya,
kata Tulus, pemerintah harus mengeluarkan aturan pelarangan rokok dijual eceran
atau ketengan. Menurutnya, sebagai barang kena cukai dan berdampak negatif bagi
kesehatan, rokok harus dijual dengan harga lebih mahal.
"Kalau
butuh uang banyak, pemerintah harus secepatnya menaikkan cukai rokok. Apalagi
anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan habis untuk
meng-cover peserta yang punya penyakit akibat rokok," paparnya.
Terkait
potensi maraknya peredaran rokok ilegal akibat kenaikan harga rokok, dikatakan
Tulus, itu merupakan tanggung jawab pemerintah untuk melakukan penegakan hukum
dan memberantas secara masif.
"Sekarang
saja rokok sudah murah masih saja beredar rokok tanpa cukai. Ini perlu
diberantas, penegakan hukum terhadap rokok ilegal harus berjalan, bahkan
ditingkatkan," jelas Tulus.
Tulus
juga menyebut bahwa industri rokok tak akan bangkrut jika harga rokok dinaikkan
menjadi Rp 50 ribu.
"Industri
rokok tidak akan mati kalaupun harganya naik sangat mahal. Di negara lain juga
dijual mahal," katanya.
Dia
menggambarkan kondisi industri rokok yang masih berjaya saat krisis moneter
melanda Indonesia 1997-1998 silam. Sementara industri lain mencatatkan
penurunan pendapatan, bahkan bangkrut.
"Industri
rokok satu-satunya yang tidak terdampak krisis, malah naik terus keuntungannya,
termasuk saat ekonomi melambat sekarang ini. Makanya kalau pemerintah yang
bilang industri rokok mati akibat harga rokok Rp 50 ribu, berarti sudah
dicekokin industri," tegas Tulus.
3. Harga Rokok Rp 50 Ribu Picu Peredaran Rokok Ilegal
Direktor
Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji usulan
kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus. Namun kenaikan ini dinilai
akan memicu masuknya peredaran rokok ilegal di dalam negeri.
Direktur
Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan
mengatakan, potensi meningkatkan peredaran rokok ilegal merupakan konsekuensi
dari adanya kenaikan harga ini.
Namun
demikian, pemerintah pasti akan menyiapkan langkah-langkah antisipasi terhadap
dampak-dampak yang akan terjadi.
"Kalau
sudah kebijakan diambil itu berarti ada konsekuensi tindak lanjut yang harus
kita siapkan. Itu otomatis," ujar dia di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat
(19/8/2016).
Oke
menyatakan, ada atau tidak kenaikan harga rokok, pemerintah tetap akan
melakukan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal. Ini bagian dari upaya
pemerintah melindungi masyarakat dan industri di dalam negeri.
"Kita
tetap melakukan pengawasan, jangan sampai ada rokok ilegal. Itu berdampak pada
itu. Berarti langkah kita ya awasi penyelundupan atau peredaran rokok
ilegal," kata dia.
Oke
mengungkapkan, peredaran rokok ilegal ini merupakan ranah dari Direktorat
Jenderal Bea Cukai. Jika kenaikan ini jadi diterapkan, maka pemerintah harus
meningkatkan pengawasan terhadap peredaran rokok ilegal.
"Kalau
ilegal selundupan, itu Bea Cukai. Artinya ada barang-barang yang tidak
dikenakan cukai, atau cukainya palsu. Atau barang-barang impor tapi selundupan.
Itu pasti akan ditindaklanjuti. Kita antisipasi," tandas dia. (Dny/Gdn)
2. ada, UU no 32 tahun
2010 pasal 1 ayat 1 “Larangan Merokok adalah suatu ketentuan yang memaksa warga
masyarakat untuk tidak menghisap rokok di tempat-tempat umum.”
3. menteri keuangan melalui direktorat bea dan cukai karena
kenaikan harga rokok berkaitan dengan kenaikan cukai rokok
4. memberi klarifikasi tentang kebenaran berita tersebut agar
rakyat tenang kemudian mengkaji kembali UU rokok dan menyempurnakannya bila
diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar